Infomojokerto.id – Upaya Pemerintah Kabupaten Mojokerto untuk memperbaiki kualitas pendidikan dasar kembali diuji. Kali ini, Bupati Mojokerto Muhammad Albarraa meninjau langsung pembangunan dua ruang kelas baru (RKB) untuk kebutuhan inklusi di SDN Kebondalem, Kecamatan Mojosari, Selasa (7/10).
Proyek senilai Rp500 juta dari APBD 2025 itu disebut sebagai langkah nyata menuju pendidikan yang ramah bagi semua kalangan, termasuk siswa berkebutuhan khusus.
Dalam kunjungan tersebut, Bupati yang akrab disapa Gus Barra sempat menyaksikan langsung kegiatan belajar siswa, mulai dari pelajaran tambahan Matematika hingga latihan seni karawitan yang dimainkan oleh siswa kelas 5.
“Saya melihat sendiri anak-anak begitu antusias belajar dan berlatih. Semoga mereka menjadi generasi yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa,” ujarnya di lokasi.
Namun di balik semangat pembangunan, sejumlah guru dan wali murid berharap agar proyek ini tidak berhenti pada pencitraan seremonial semata.
Sebelumnya, kondisi belajar di SDN Kebondalem sangat memprihatinkan — siswa harus belajar di ruang seadanya beralaskan karpet, bahkan meja belajar dibawa dari rumah masing-masing karena perabot sekolah rusak dan membahayakan. Situasi itu telah berlangsung cukup lama sebelum akhirnya pemerintah turun tangan pada tahun ini.
Pembangunan dua ruang inklusi ini menjadi bagian dari visi misi “Catur Abhipraya Mubarok” Bupati Mojokerto yang menjanjikan peningkatan sarana pendidikan secara merata.
Berdasarkan laporan Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto, proyek mulai dikerjakan pada 8 Juli 2025 dengan target selesai awal November, meski di lapangan menunjukkan progres bisa lebih cepat. SDN Kebondalem sendiri memiliki 385 siswa dari kelas 1 hingga 6, dengan tiga rombongan belajar per tingkat.
Meski begitu, pengawasan terhadap mutu pembangunan perlu dilakukan secara ketat agar dana Rp500 juta dari APBD benar-benar menghasilkan fasilitas yang aman dan layak. Pengamat pendidikan daerah menilai, banyak proyek serupa yang selesai secara fisik, namun tidak memenuhi standar ruang belajar, terutama bagi sekolah yang menampung siswa inklusi.
Pemerintah daerah kini dituntut tidak hanya membangun ruang baru, tetapi juga memastikan ketersediaan perabot ramah disabilitas, akses mobilitas aman, serta pelatihan bagi guru pendamping khusus (GPK). Tanpa hal itu, ruang inklusi hanya akan menjadi label tanpa fungsi nyata.
“Pendidikan inklusi tidak cukup hanya dengan gedung baru. Anak-anak ini butuh lingkungan yang benar-benar memahami kebutuhan mereka,” ujar salah satu wali murid yang enggan disebut namanya.
Kini, masyarakat menunggu janji Pemkab Mojokerto agar pembangunan ini benar-benar membawa perubahan nyata bagi peserta didik di SDN Kebondalem bukan sekadar proyek yang selesai di atas kertas.