Infomojokerto.id – Di tengah geliat UMKM yang terus tumbuh di Indonesia, Kedai “Dapur Chentil” di Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto, menjadi salah satu contoh usaha kecil yang mampu bertahan dan berkembang berkat penerapan laporan keuangan yang baik, khususnya laporan laba-rugi.
Kedai yang dikenal dengan menu mi pedas dan seblak kekiniannya ini, tidak hanya memanjakan lidah para pelanggan, tetapi juga memperlihatkan bagaimana pencatatan keuangan yang rapi dapat meningkatkan efisiensi dan keuntungan usaha.
Menurut hasil penelitian lapangan Harumi Wana Citra Mahasiswi Prodi S-1 Akuntansi STIE Al-Anwar Mojokerto menemukan dimulai dari beragam menu seperti Mie Jebew, Mie Gacor Ori, Mie Gacor Cireng, hingga Seblak Cirawang dan Cirawit ditawarkan dengan harga terjangkau antara Rp8.000 hingga Rp13.000. Tak hanya itu, pelanggan juga bisa menambah topping seperti pentol, siomay, sosis, atau beef dengan harga Rp1.000 per item.
Menariknya, meskipun topping dijual murah, margin keuntungannya cukup besar karena biaya produksinya rendah. Inilah salah satu alasan mengapa Kedai Dapur Chentil mampu menjaga stabilitas keuangan meski di tengah persaingan kuliner yang ketat.
Menurut Aning Fitriana (2024), laporan laba-rugi merupakan ringkasan pendapatan dan beban yang menggambarkan keberhasilan operasional usaha dalam periode tertentu. Konsep ini diterapkan langsung oleh pemilik Kedai Dapur Chentil untuk menilai seberapa besar keuntungan yang diperoleh dari setiap menu yang dijual.
Misalnya, dari Mie Jebew dengan harga jual Rp13.000 dan biaya bahan baku Rp8.000, kedai mampu meraih laba kotor Rp5.000 per porsi. Sementara topping yang tampak sepele justru menyumbang laba besar dalam persentase.
Lebih jauh, Swardjono (2014) menekankan bahwa laporan laba-rugi adalah sarana komunikasi antara pihak internal dan eksternal yang berkepentingan dengan usaha.
Dalam konteks UMKM seperti Dapur Chentil, laporan ini menjadi alat penting untuk mengevaluasi strategi harga, efisiensi bahan baku, dan potensi pengembangan produk baru.
Dengan laporan yang tertata, pemilik kedai bisa menentukan kapan saatnya menyesuaikan harga, menambah varian menu, atau mengontrol pengeluaran agar bisnis tetap berjalan efektif.
Melalui penerapan laporan laba-rugi yang teratur, Kedai Dapur Chentil berhasil membuktikan bahwa manajemen keuangan sederhana dapat menjadi kunci keberlanjutan usaha kecil.
Tak hanya sebagai alat administrasi, laporan laba-rugi telah menjadi kompas bagi pengambilan keputusan bisnis yang cerdas. Inilah bukti nyata bahwa profesionalisme dalam mengelola keuangan bukan hanya milik perusahaan besar, tetapi juga bisa diterapkan oleh UMKM untuk terus tumbuh dan bersaing di pasar kuliner modern.









